KOMPAS/AGUS SUSANTO Perajin tempe mengemas biji kedelai yang siap di fermentasi di Desa Cimanggu Barat, Kecamatan Tanah Sereal, Bogor, Jawa Barat, Senin (16/7/2012). Perajin tempe mengeluhkan semakin melambungnya harga kedelai impor dalam beberapa bulan terakhir dari Rp. 5500/kg dan kini menjadi Rp. 7700/kg. Sehari industri rumahan yang berdiri sejak tahun 1976 ini membutuhkan enam kuintal kedelai untuk produksi.
Pembuat Tempe Mogok Untuk Membuat Tempe Karena Harga Kedelai Melambung
Ketua Pusat Koperasi Tempe dan Tahu DKI Jakarta Suharto, Minggu (22/7/2012), mengungkapkan, sejak Mei lalu, harga kedelai sudah mencapai Rp 8.200 per kilogram dari harga sebelumnya Rp 5.500 per kilogram.
Keputusan untuk mogok produksi ini, kata Suharto, sudah disepakati pada rapat 18 Juli, yang dihadiri semua pengurus koperasi primer tempe dan tahu di lima wilayah Jakarta. ”Semua perajin tahu dan tempe sudah sepakat akan menghentikan seluruh produksi tempe dan tahu selama tiga hari, yakni hari Rabu hingga Jumat mendatang,” tutur Suharto.
Semua risiko selama mogok kerja berlangsung sudah dihitung perajin tempe dan tahu. ”Oleh karena itu, saya mengimbau semua perajin loyal pada kesepakatan yang sudah diputuskan pengurus koperasi,” katanya menegaskan.
Selama aksi berlangsung, para pengurus koperasi akan mengawasi semua sentra pembuat tahu dan tempe di Jakarta. ”Karena sudah menjadi keputusan bersama, sudah sepantasnya setiap perajin mengindahkan keputusan ini,” ujar Suharto.
Ia menambahkan, setelah mogok kerja, para perajin tempe dan tahu akan menaikkan harga tempe Rp 1.000-Rp 2.000. Sebagai contoh, potongan tempe yang biasanya dijual Rp 3.000 akan dijual dengan harga Rp 4.000 per potong, sedangkan potongan tempe dengan harga Rp 6.000 per potong akan dijual Rp 8.000.
Tuntutan kepada pemerintah
Suharto mengatakan, aksi mogok kerja ini merupakan tuntutan para perajin tempe dan tahu kepada pemerintah. ”Kami menuntut pemerintah mengambil alih tata niaga kedelai. Dengan demikian, pemerintah bisa meredam gejolak harga kedelai impor yang kini sudah mencapai Rp 8.200 per kilogram,” kata Suharto.
Para perajin tahu dan tempe, lanjutnya, juga mendesak pemerintah menghapus bea masuk impor kedelai sebesar 5 persen menjadi 0 persen. ”Penghapusan bea masuk ini tidak serta-merta bisa meredam gejolak harga kedelai impor, tetapi setidaknya sementara ini mengurangi beban yang harus dipikul perajin tempe dan tahu,” ucap Suharto.
Saat ini jumlah perajin di Jakarta yang memiliki rumah produksi tahu dan tempe mencapai 4.841 orang. Setiap rumah produksi rata-rata mempekerjakan 5-10 pekerja. Setiap bulan mereka mengonsumsi rata-rata 10.060 ton kedelai. ”Yang terbanyak masih di sentra produksi tahu dan tempe Semanan, Kalideres, Jakarta Barat. Jumlah rumah produksi mencapai 1.258,” tuturnya.
Kuncoro, seorang perajin di Semanan, menyatakan sudah siap mogok kerja. ”Keputusan para pengurus koperasi adalah cermin sikap para perajin tempe dan tahu di sini. Semuanya sudah lewat proses sosialisasi yang cukup. Saya dan lima saudara saya yang masing-masing memiliki rumah produksi sendiri sudah siap mogok kerja tiga hari,” kata Kuncoro (61) di rumahnya, di Jalan Windu Gutomo, Semanan. (WIN)
0 comments:
Post a Comment